Wednesday, June 22, 2011

Dear, Siapapun Yang Menemukan Surat Ini


"Ini hanya sebuah cerita.

Hanya curahan hati yang sudah kurangkum.

Nyata atau tidaknya cerita ini tergantung kalian yang membacanya,

Semuanya tergantung pikiranmu.

Menurutmu ini nyata?"


Dear, Siapapun yang Menemukan Surat Ini

Adakah pernah kau melihat sesuatu yang berbeda pada sahabatmu sendiri?
Adakah kau akan mendengarkan ceritaku?

Aku melihatnya hari ini.
Namun dia terlebih dahulu melihatku.
Dia melambaikan tangannya.
Aku tersenyum sekenanya.
Dia menghampiriku.
Aku bergeming, menunggunya mendekat.

Dia duduk di sebelahku, mengambil tempat favoritku.
Aku menepuknya, bertanya ceria “Apakabar lo?”
Dia tertawa hambar, katanya “Masih sama. Ha-ha.”
Seketika itu aku mengerti apa maksudnya.
Dia masih menyimpan rasa pada cerita lama, cinta pertamanya.

Sudah beberapa minggu berlalu.
Rupanya dia belum juga bisa melupakan gadis itu.
Aku mengerti kenapa.
Dan aku paham bagaimana rasanya.

Aku skeptis.
Selalu kutanyakan bagaimana kabarnya.
Bagaimana kemajuannya.
Ketika dia selalu menjawab ‘masih sama’,
aku tersenyum miris.
Dalam hati, aku ingin sekali membantunya.
Menopangnya tetap teguh berdiri.
Si cowok canggung ini benar-benar menyita perhatianku.
Aku kasihan padanya.
Dan aku benar-benar ingin ‘menjaganya’.

Ketika melihatnya hari ini dengan masih membawa cerita yang sama,
hatiku melesak.
Dia tertunduk, malu dan sakit.
Aku mengerti bagaimana rasanya.
Ingin sekali aku memperbaiki luka hatinya.
Tapi aku siapa nya?
Dia takkan pernah membiarkanku memasuki ruang hatinya.
Tidak, jika aku mengharapakan sesuatu yang lebih.
Tidak akan pernah.

Aku ini hanya seorang sahabat.
Tidak lebih dari teman curhatnya.
Bahkan, aku bukan siapa-siapanya.

Dan sebagai seorang teman baik, apa yang bisa kulakukan?
Aku hanya bisa tersenyum palsu
dan pura-pura menyemangatinya.
Padahal jauh di lubuk hati aku ikut merasakan kepedihan.
Aku menyayangkan perasaannya yang setulus itu gagal menggapai cinta sejatinya.
Ini jujur, aku sungguh merasa begitu.

Tapi yang sekarang kurasakan berbeda.
Tiba-tiba otakku buntu.
Lidahku kelu.
Aku mendadak kaku.
Aku merasakan sesuatu yang lain.
Sesuatu yang terus-menerus berusaha kusanggah.

Ketika menyadari ada perasaan yang lain itu,
aku memilih mundur.
Aku menghalau perasaan itu.
Lalu menyembunyikannya jauh di dasar hati.
Aku hanya tidak ingin itu muncul ke permukaan.
Aku ingin merasa cukup hanya dengan ini.
Dengan begitu, dia tidak perlu tahu yang sebenarnya.

Cukup begini saja.
Supaya tidak ada yang terluka dan harus menjauh lagi karena sebuah perasaan.


Menurutmu, apakah yang kulakukan itu sudah benar? 
Aku benar, kan?

 
Terimakasih ya, Siapapun Kamu yang Sedang Membaca Ini.

Love & Regards,

Saturday, June 18, 2011

Hanya Sedetik Kemudian

aku terpaku.
bungkam seribu bahasa.
 
dan lalu semua itu terjadi, hanya sedetik kemudian.


terengah-engah.
keringat dingin.
peluh membanjiri sekujur tubuh.
di tempat ini, air mata jatuh setitik.
mendadak, embusan angin memburu.
degup jantung begitu menyesakkan, naik turun.
iramanya kacau.

perasaan aneh menggeluti relung dada.
campur aduk.
namun terasa cukup familiar,  
karena mungkin sebelumnya pernah kualami perasaan semacam ini.
sulit untuk bernapas bebas.
sungguh, ini sensasi yang aneh.

aku mendongak.
mencari sesuatu.
mata nanar, menjelajah ke segala arah.
berharap, namun........
nihil.
aku tak bisa menemukan apapun.
hal-hal yang ingin kugenggam tiba-tiba menolak untuk tinggal.
mereka memilih pergi.
kenapa?

mungkinkah karena hal itu, aku begini?
begini kalut.
aku merasa terkungkung di tengah-tengah masa liburanku.
liburan panjangku, yang seharusnya bisa membuatku merasa sebebas burung-burung di langit.
seperti mereka yang mulai belajar mengepakkan sayap-sayap harapan
sampai akhirnya berhasil terbang untuk memeluk awan.

ini masa liburanku.
ini seharusnya menjadi masa yang paling kutunggu. 
seharusnya menjadi masa yang paling bisa menyembuhkan segala letih dan pedih.
setelah semua hal perjuangan nan melelahkan, aku seharusnya merasa senang liburanku.

namun, kenapa yang terjadi malah sebaliknya?

kenyataan yang begitu pelik kurasakan adalah
aku merasa kesepian.

aku merindukan masa-masa masuk sekolah, masa SMA, kerajaan masa remajaku.
aku merindukan teman-temanku.

aku merindukan diriku yang itu.
diriku yang bebas merdeka,
otonom di atas kerajaan darah mudaku.

aku memang masih muda, tapi semangatku seolah menjadi tua.
ombak ambisi itu seolah mereda.
kenapa aku ini?
tiba-tiba begini sentimentil.
melankolis apa? kau itu menyedihkan. 
adakah mereka mau datang lagi, untuk sekadar bersimpati?

adakah mereka sedia hadir di sini?
di tempat ini?
setidaknya untuk mengucapkan selamat tinggal, wahai mimpi-mimpi nyata yang kusebut mereka.
ketika saat itu tiba, senyumku akan merekah.
walau kecut tapi akan kupaksakan semanis-manisnya.

aku butuh sesuatu.
aku menoleh, melihat ke seluruh penjuru.
kepalaku berputar.
di tempat ini, air mata mengalir sendu.
namun napas memburu mulai kehilangan iramanya.
tarikan napasnya melambat.
kondisinya berangsur-angsur tenang.
teduh.

air mata masih jatuh melimbur pipi.
udara menerpa, menyapa.
aku tahu aku butuh sesuatu.
sesuatu yang lama,
untuk kutinggalkan sekaligus kukenang dan kuperhatikan.
dan juga
sesuatu yang baru,
untuk kuharapkan, kucemaskan sekaligus kuperjuangkan.


aku butuh diriku yang itu dan diriku yang baru
untuk melangkah pergi dari tempat ini
kemudian meloncat terbang dan memulai pijakan di tempat baru.

tak bisa kau janjikan tempat itu akan lebih baik dari tempat ini.
bisa kau katakan tempat itu malahan akan jauh lebih menantang.
bahkan berbahaya.....

tak mengapa asal ada itu.
asal api itu mau tumbuh kembali.
sebab tempat itu akan kubutuhkan, meskipun bukan yang paling kuinginkan.

aku sudah paham.
tempat itu kuperlukan untuk menempa diriku yang lebih baik.
menjadikan aku bisa memijak kaki di tempat seharusnya diriku yang baru berada.

angin menyemilir lembut.
air mata berhenti jatuh.
di tempat ini, kejut jantungku mulai normal.
aku bisa bernapas lagi.
satu-satu kurasakan udara begitu bersahabat.
begitu menenangkan.

perasaan aneh membuncah.
kali ini aneh yang menyenangkan dan mendebarkan.
tanpa sadar, bibirku menyunggingkan senyum.
lega.

hey mereka,
dengarlah baik-baik apa yang akan kukatakan.
itu adalah apa yang kuinginkan.
aku tak perlu terus berada di sini kalau mau maju.
maaf, tapi aku harus melepaskan belenggumu.

kuucapkan selamat tinggal di tempat ini.


dan puluhan menit pun berlalu..
akhirnya beranjak dari sini, hanya sedetik kemudian.

setelah itu
angin tersenyum
ia berbisik lembut,

"kau hanya perlu tiga hal untuk mendapatkan apa yang kau inginkan.
Sabar, Pasrah, dan Yakin."



                                                    Unfailing Regards,