Saturday, June 18, 2011

Hanya Sedetik Kemudian

aku terpaku.
bungkam seribu bahasa.
 
dan lalu semua itu terjadi, hanya sedetik kemudian.


terengah-engah.
keringat dingin.
peluh membanjiri sekujur tubuh.
di tempat ini, air mata jatuh setitik.
mendadak, embusan angin memburu.
degup jantung begitu menyesakkan, naik turun.
iramanya kacau.

perasaan aneh menggeluti relung dada.
campur aduk.
namun terasa cukup familiar,  
karena mungkin sebelumnya pernah kualami perasaan semacam ini.
sulit untuk bernapas bebas.
sungguh, ini sensasi yang aneh.

aku mendongak.
mencari sesuatu.
mata nanar, menjelajah ke segala arah.
berharap, namun........
nihil.
aku tak bisa menemukan apapun.
hal-hal yang ingin kugenggam tiba-tiba menolak untuk tinggal.
mereka memilih pergi.
kenapa?

mungkinkah karena hal itu, aku begini?
begini kalut.
aku merasa terkungkung di tengah-tengah masa liburanku.
liburan panjangku, yang seharusnya bisa membuatku merasa sebebas burung-burung di langit.
seperti mereka yang mulai belajar mengepakkan sayap-sayap harapan
sampai akhirnya berhasil terbang untuk memeluk awan.

ini masa liburanku.
ini seharusnya menjadi masa yang paling kutunggu. 
seharusnya menjadi masa yang paling bisa menyembuhkan segala letih dan pedih.
setelah semua hal perjuangan nan melelahkan, aku seharusnya merasa senang liburanku.

namun, kenapa yang terjadi malah sebaliknya?

kenyataan yang begitu pelik kurasakan adalah
aku merasa kesepian.

aku merindukan masa-masa masuk sekolah, masa SMA, kerajaan masa remajaku.
aku merindukan teman-temanku.

aku merindukan diriku yang itu.
diriku yang bebas merdeka,
otonom di atas kerajaan darah mudaku.

aku memang masih muda, tapi semangatku seolah menjadi tua.
ombak ambisi itu seolah mereda.
kenapa aku ini?
tiba-tiba begini sentimentil.
melankolis apa? kau itu menyedihkan. 
adakah mereka mau datang lagi, untuk sekadar bersimpati?

adakah mereka sedia hadir di sini?
di tempat ini?
setidaknya untuk mengucapkan selamat tinggal, wahai mimpi-mimpi nyata yang kusebut mereka.
ketika saat itu tiba, senyumku akan merekah.
walau kecut tapi akan kupaksakan semanis-manisnya.

aku butuh sesuatu.
aku menoleh, melihat ke seluruh penjuru.
kepalaku berputar.
di tempat ini, air mata mengalir sendu.
namun napas memburu mulai kehilangan iramanya.
tarikan napasnya melambat.
kondisinya berangsur-angsur tenang.
teduh.

air mata masih jatuh melimbur pipi.
udara menerpa, menyapa.
aku tahu aku butuh sesuatu.
sesuatu yang lama,
untuk kutinggalkan sekaligus kukenang dan kuperhatikan.
dan juga
sesuatu yang baru,
untuk kuharapkan, kucemaskan sekaligus kuperjuangkan.


aku butuh diriku yang itu dan diriku yang baru
untuk melangkah pergi dari tempat ini
kemudian meloncat terbang dan memulai pijakan di tempat baru.

tak bisa kau janjikan tempat itu akan lebih baik dari tempat ini.
bisa kau katakan tempat itu malahan akan jauh lebih menantang.
bahkan berbahaya.....

tak mengapa asal ada itu.
asal api itu mau tumbuh kembali.
sebab tempat itu akan kubutuhkan, meskipun bukan yang paling kuinginkan.

aku sudah paham.
tempat itu kuperlukan untuk menempa diriku yang lebih baik.
menjadikan aku bisa memijak kaki di tempat seharusnya diriku yang baru berada.

angin menyemilir lembut.
air mata berhenti jatuh.
di tempat ini, kejut jantungku mulai normal.
aku bisa bernapas lagi.
satu-satu kurasakan udara begitu bersahabat.
begitu menenangkan.

perasaan aneh membuncah.
kali ini aneh yang menyenangkan dan mendebarkan.
tanpa sadar, bibirku menyunggingkan senyum.
lega.

hey mereka,
dengarlah baik-baik apa yang akan kukatakan.
itu adalah apa yang kuinginkan.
aku tak perlu terus berada di sini kalau mau maju.
maaf, tapi aku harus melepaskan belenggumu.

kuucapkan selamat tinggal di tempat ini.


dan puluhan menit pun berlalu..
akhirnya beranjak dari sini, hanya sedetik kemudian.

setelah itu
angin tersenyum
ia berbisik lembut,

"kau hanya perlu tiga hal untuk mendapatkan apa yang kau inginkan.
Sabar, Pasrah, dan Yakin."



                                                    Unfailing Regards,

No comments:

Post a Comment