Jangan Pergi.
Baru satu cerita. Antara kau dan aku.
Semuanya.
Baru sebentar bertemu,
tapi kenapa harus sesakit ini.
Seakan merindu.
Begitu Sesak.
Jangan pergi, Kumohon.
Dan ketika hujan pun berlalu…
Aku menunduk.
Menunggu.
Derap kaki, suara langkahmu
perlahan mendekat.
Kamu berdiri, di depanku, mungkin menatapku.
Dan ketika rintik hujan kian menjauh…
Aku tetap menunduk.
Menunggu.
Takut.
Detik-detik kamu hampiri jemariku
yang hampir beku.
Lalu membekuknya dengan halus,
mungkin menenangkan aku.
Dan ketika angin berembus menyemilir waktu…
Aku terdiam.
Mendongak, menatap mata itu.
Tahu ini waktunya, sudah tiba, begitu dekat.
Aku menggeleng, coba menepis.
Kamu menolak, merengkuh bahuku.
Aku bertanya “Kenapa harus begini?”
Dan ketika daun bergemerisik menyela sunyi…
Aku gemetar.
Mataku nanar.
Kamu menyentuh pipiku sekilas,
Sekali lagi coba menenangkan.
Seandainya kamu tahu arti kata-kataku
Di hari semua bermula, seharusnya waktu itu
tidak ada yang perlu jatuh cinta.
Tidak kau, ataupun aku.
Bukan kita.
Dan ketika angin menggoyang, meraup cuaca…
Aku ingat satu kata.
Sudah kuapal karena kukatakan terus-menerus
semenjak hari itu.
Sulit menemukan kata lain dalam bahasamu, tapi
aku tetap mencoba.
Aku berbisik,
“Kajima...”
Sekilas, terkejut.
Kamu cuma tersenyum sedih.
Kini kamu mengerti.
Tapi tanpa mau kamu turuti.
Kamu akan tetap pergi.
Dan ketika angin kencang mereda, menit semakin berlalu…
Kamu lepas.
Dari genggamanku.
Pandanganku.
Juga jangkauanku.
Tapi mengapa bukan hatiku sekalian?
Jangan pergi tanpa kata,
berbalik lalu keluarkan lagi kata-kata aneh dalam bahasamu itu.
Tenangkan aku, sekali lagi.
Dan ketika entah sudah berapa menit berdiri, sendiri…
Semua gelap.
Pandanganku kabur.
Dan perih yang aneh membubung.
Tanganku coba menggapai.
Tapi hanya angin di hadapanku, kekosongan.
Kamu sudah hilang,
tetap pergi dari semuanya aku.
Padahal sudah kukatakan berulang kali,
“Kajima…butagiya”
Unfailing Regards,
No comments:
Post a Comment